Foto: Unit JS KAGA (DDH 184) dan JS IKAZUCHI (DD 107) melakukan latihan maritim dengan TNI AL di lepas pantai barat Kepulauan Natuna untuk memperkuat kepercayaan dan kerja sama di bidang keamanan maritim. (Dok: Twitter Japan Maritime Self-Defense Force)
Jakarta, Deteksi Pos- Pemberitaan 2021 diwarnai dengan pemerintah China dilaporkan melakukan protes terhadap pemerintah Indonesia. Negeri Tirai Bambu disebut meminta RI untuk menyetop operasi pengeboran minyak dan gas di Natuna, Laut China Selatan (LCS).
Diketahui Indonesia melakukan pengeboran eksplorasi di dekat pulau-pulau Natuna, yang terletak di dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia sejak Juli lalu. Mengutip Nikkei Asia, protes diyakini terkait cadangan minyak di wilayah kerja (WK) Blok Tuna, berada di lepas pantai Natuna Timur, tepat di perbatasan Indonesia-Vietnam.
Hal ini terungkap dari pernyataan Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan, akhir November lalu. Reuters menulis, ada surat protes yang dilayangkan dengan nada sedikit mengamcam.
“(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut,” kata Anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Farhan.
Farhan kemudian menegaskan bahwa Indonesia tidak akan tunduk dengan hal itu. Pasalnya wilayah pengeboran itu secara sah merupakan hak milik RI.
“Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami,” tambahnya.
Sementara itu, Farhan juga mengatakan bahwa China, dalam surat terpisah, juga memprotes latihan militer Garuda Shield yang dilakukan bersama Amerika Serikat (AS) bulan Agustus lalu. China khawatir latihan itu akan mengganggu stabilitas kawasan.
“Dalam surat resmi mereka, pemerintah China mengungkapkan keprihatinan mereka tentang stabilitas keamanan di daerah itu,” katanya lagi.
LCS merupakan jalur penting untuk sebagian besar pengiriman komersial dunia. Ini terletak di bibir lautan sejumlah negara termasuk ASEAN seperti Brunei, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
Lautan itu diyakini sebagai lautan yang kaya hasil alam, terutama migas dan ikan. Menurut CFR, di LCS ada sekitar 900 triliun kaki kubik gas alam.
Sumber lain dari American Security Project menyebutkan bahwa cadangan gas di LCS mencapai 266 triliun kaki kubik. Angka itu menyumbang 60% – 70% dari total cadangan hidrokarbon teritori tersebut.
China bersikukuh mengklaim sekitar 90% dari lautan itu dalam apa yang disebut sebagai “sembilan garis putus-putus” di mana mencakup area seluas sekitar 3,5 juta kilometer persegi (1,4 juta mil persegi). Klaim tersebut telah menimbulkan ketegangan dengan sejumlah negara ASEAN dan melibatkan AS Masuk dengan dalih “kebebasan navigasi”.
Sementara itu, Juru Bicara Kemlu RI Teuku Faizasyah, mengatakan bahwa pihaknya belum dapat mengkonfirmasi laporan ini lebih lanjut. Ia menyebut protes melalui nota diplomatik bersifat tertutup.
“Saya tidak bisa mengkonfirmasi isi dari berita tersebut. Terlebih lagi komunikasi diplomatik, termasuk melalui nota diplomatik, bersifat tertutup,” paparnya melalui pesan singkat kepada wartawan saat itu.
Klaim China di LCS sendiri kerap bersinggungan dengan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) yang dimiliki oleh Indonesia. Tercatat, beberapa kali kapal patroli China dilaporkan memasuki ZEE milik RI..(cnbc indonesia)