Kejaksaan Agung Banding, Soroti Ringannya Vonis Korupsi Emas Surabaya Antam

Jakarta, Deteksi Pos – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memutuskan perkara korupsi penjualan emas di Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 Antam (BELM Surabaya 01 Antam) pada Jumat (27/12/2024).

Dua terdakwa, Budi Said dan Abdul Hadi Aviciena, dinyatakan bersalah, tetapi vonis hakim menuai kritik tajam dari Kejaksaan Agung yang menilai putusan tersebut terlalu ringan.

Budi Said dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan, serta membayar uang pengganti 58,841 kilogram emas senilai Rp35,5 miliar subsidair 8 tahun kurungan. Sementara itu, Abdul Hadi hanya divonis 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair 3 bulan kurungan.

Kedua putusan ini dianggap tidak mencerminkan keadilan yang diharapkan masyarakat.

“Vonis ini tidak sebanding dengan dampak kerugian negara dan skala kejahatan yang dilakukan,” tegas Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum.

Ia menyoroti bahwa Budi Said sebagai aktor utama korupsi seharusnya mendapat hukuman maksimal.

Kasus ini mencuat dari dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penjualan emas yang melibatkan manipulasi dokumen resmi. Modus tersebut tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menciptakan preseden buruk dalam tata kelola aset negara.

Harli menilai, kerugian hingga puluhan miliar rupiah akibat tindakan terdakwa harusnya dijadikan dasar vonis yang lebih berat.

Putusan terhadap Abdul Hadi Aviciena juga mendapat sorotan. Dengan vonis 4 tahun, Harli menyebut hukuman ini terlalu ringan mengingat perannya sebagai pelaku yang turut serta merancang kejahatan ini.

“Vonis ini justru menunjukkan kelemahan dalam memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi,” ujarnya.

Sebagai respons, Kejaksaan Agung melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan banding terhadap putusan Budi Said. Banding ini tidak hanya untuk mengoreksi putusan, tetapi juga sebagai langkah strategis menuju kasasi jika diperlukan.

“Ini adalah komitmen kami untuk menegakkan keadilan tanpa kompromi,” tegas Harli.

Selain itu, keputusan Abdul Hadi Aviciena untuk pikir-pikir terhadap vonisnya tidak menghalangi Kejaksaan untuk mempertimbangkan banding.

Harli menjelaskan, Kejaksaan akan terus memantau perkembangan kasus ini dan mengambil langkah hukum yang diperlukan guna memastikan keadilan ditegakkan.

Harli menegaskan, hukuman ringan terhadap pelaku korupsi berisiko melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Korupsi bukan hanya soal angka kerugian, tetapi soal dampak yang merugikan negara dan masyarakat luas. Vonis yang ringan hanya akan menjadi celah bagi pelaku lain untuk mengulanginya,” tambahnya.

Kejaksaan Agung memandang bahwa korupsi dalam kasus emas Surabaya ini mencerminkan bentuk kejahatan luar biasa yang harus diberi hukuman setimpal.

Dengan langkah banding, pihak Kejaksaan berharap Pengadilan Tinggi dapat memberikan vonis yang lebih tegas dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Kasus ini menjadi peringatan bahwa korupsi, meskipun dilakukan melalui mekanisme yang terlihat sederhana, memiliki konsekuensi besar.

Kejaksaan Agung memastikan akan terus memperjuangkan keadilan, baik di tingkat banding maupun kasasi, untuk memberikan pesan kuat kepada masyarakat bahwa korupsi tidak akan ditoleransi. (**)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *