Ketua Tim Cyber Army Tersangka Perintangan Penyidikan Korupsi, Diduga Gunakan 150 Buzzer

Caption : Penahanan tersangka MAM

Jakarta, deteksipos – Kejaksaan Agung menetapkan satu tersangka baru dalam kasus perintangan penyidikan sejumlah perkara korupsi besar. Tersangka berinisial MAM, yang diketahui sebagai Ketua Tim Cyber Army, diduga aktif merancang dan menggerakkan operasi digital untuk menghalangi penyidikan, penuntutan, hingga persidangan tiga perkara besar yang ditangani Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Rabu, 07 Mei 2025.

Ketiga perkara itu meliputi korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO), tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk, serta perkara impor gula yang menyeret nama terdakwa Tom Lembong. Penetapan MAM sebagai tersangka dilakukan pada Rabu, 7 Mei 2025, setelah penyidik menilai alat bukti telah cukup.

“Perbuatan MAM secara langsung maupun tidak langsung bertujuan untuk menggagalkan penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung dalam keterangannya. Penetapan itu tertuang dalam Surat TAP-32/F.2/Fd.2/05/2025 dan disertai Surat Perintah Penyidikan tertanggal sama.

Keterlibatan MAM tidak berdiri sendiri. Ia disebut bersekongkol dengan tersangka MS, JS, serta TB, yang menjabat sebagai Direktur Pemberitaan di salah satu stasiun televisi swasta. Bersama-sama, mereka menyusun skenario digital untuk menyerang institusi kejaksaan melalui media sosial dan saluran informasi lainnya.

Modus perintangan itu mencakup pembuatan narasi negatif terhadap Kejaksaan Agung, termasuk menyebut metodologi perhitungan kerugian negara dalam perkara CPO dan timah sebagai menyesatkan. Narasi itu kemudian disebarkan masif di TikTok, Instagram, Twitter, serta dimuat dalam berita-berita yang dikemas seolah-olah sebagai kritik publik.

MAM diduga membentuk lima tim buzzer bernama Musafa 1 hingga Musafa 5, yang terdiri dari sekitar 150 orang. Setiap buzzer menerima bayaran sekitar Rp1,5 juta untuk menggiring opini publik agar meragukan kredibilitas penanganan perkara oleh Kejagung. “Ini bukan sekadar kampanye digital, tapi operasi sistematis yang mengganggu proses hukum,” kata seorang sumber internal.

Selain menggiring opini publik, Tim Cyber Army juga mengatur acara diskusi di sejumlah kampus dan TV Show yang disiarkan oleh JAK TV. Tersangka TB berperan memproduksi konten tersebut, sedangkan JS membuat narasi-narasi yang berpihak kepada tim pengacara MS dan JS.

Tak hanya menyebar opini sesat, MAM juga berupaya menghilangkan barang bukti. Ia merusak telepon genggam yang berisi komunikasi digital dengan MS dan JS terkait isi video dan materi konten. Tujuannya untuk mengaburkan jejak digital atas operasi perintangan tersebut.

Kejaksaan mengungkap bahwa MAM menerima aliran dana sebesar Rp864,5 juta dari MS. Uang itu diberikan melalui dua jalur, yakni oleh IK, bagian keuangan Kantor Hukum AALF, dan RKY, seorang kurir kantor hukum tersebut. Dana itu digunakan untuk membayar buzzer dan produksi konten digital.

Atas perbuatannya, MAM dijerat Pasal 21 Undang-Undang Tipikor, yang mengatur larangan terhadap perintangan proses hukum. Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara dan denda Rp600 juta. Ia juga disangkakan melanggar Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana.

Kejaksaan menyebut tindakan para tersangka tidak hanya mengganggu proses hukum, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum. “Ada niat sistematis untuk membentuk opini publik agar mempengaruhi jalannya persidangan dan menekan jaksa,” kata jaksa penyidik yang enggan disebut namanya.

Penahanan terhadap MAM dilakukan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari pertama, berdasarkan Surat Perintah Penahanan tertanggal 7 Mei 2025. Penyidik menyatakan masih akan mengembangkan perkara ini untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain.

Kejagung menegaskan bahwa mereka tak akan mentolerir bentuk intimidasi atau manipulasi opini publik yang bertujuan menghambat proses hukum. “Siapa pun yang mencoba menghalangi kerja penyidik akan kami tindak tegas,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum.

Sementara itu, pengacara MAM belum memberikan tanggapan resmi. Upaya konfirmasi kepada MS dan TB juga belum mendapatkan respons. Kasus ini menjadi sorotan publik karena mencerminkan bagaimana ruang digital digunakan untuk mengintervensi proses penegakan hukum.(*)

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *