Dedi Yulianto (Foto : deteksipos.com)
Oleh : Suherman Saleh Redaksi deteksipos.com
Pangkalpinang, deteksipos.com – Ironisnya, penegakan hukum di negara kesatuan Republik Indonesia ini terkesan tidak sesuai dengan amanat pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan Indonesia Negara Hukum, dimana lembaga penegakan hukum terkesan melakukan penyidikan terhadap kasus hukum tertentu.
Pasalnya, salah satu tersangka dugaan perkara korupsi Tunjangan Transportasi Pimpinan DPRD Provinsi Bangka Belitung Dedi Yulianto masih bebas berkeliaran. Padahal teman-teman seperjuangannya sudah menginap di Hotel Prodeo Tua Tunu Pangkalpinang.
Bahkan 3 orang teman Dedi Yulianto ( Hendra Apollo, Amri Cahyadi dan Saparudin) sudah beberapa kali menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Pangkalpinang sebagai terdakwa.
Yang menjadi pertanyaan, belum ada informasi APH (Aparat Penegak Hukum) untuk mencari keberadaan Dedi Yulianto dan pihak Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung belum menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Dedi Yulianto.
Penyelidikan kasus Tunjangan Transportasi Pimpinan DPRD Babel itu dimulai sejak 30 November 2021 berdasarkan hasil laporan perkembangan penyelidikan (P-5) tanggal 11 Juli 2022 dan kesimpulan ekspos pada Senin 12 Juli 2022 telah ditemukan peristiwa pidana dugaan tindak pidana korupsi tunjangan transportasi pada Pimpinan DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2017-2021. Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sekitar Rp2,4 miliar.
Para tersangka disangkakan dengan melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (I) KUHP.
Untuk Subsider dikenakan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Perkara Korupsi Harun Masiku
Kasus dugaan korupsi suap dengan tersangka Harun Masiku yang merupakan politisi PDI Perjuangan. Harun Masiku diduga terkait proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 yang melibatkan mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Ketika ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 sejak Januari 2020, Harun Masiku tak kunjung tertangkap.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasukkan Harun ke dalam daftar buronan pada 29 Januari 2020. Lantas pada 30 Juli 2021, nama Harun masuk ke dalam daftar buronan dunia dan masuk dalam daftar Red Notice Polisi Internasional (Interpol).
Pengungkapan kasus berawal saat tim KPK menggelar operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020. Dari hasil operasi, tim KPK menangkap 8 orang. KPK lantas menetapkan 4 orang sebagai tersangka yaitu Wahyu Setiawan, eks Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun. Namun, saat itu Harun lolos dari penangkapan.
Pemicunya adalah ketika seorang calon legislatif PDIP dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas, meninggal. Saat itu Nazarudin memperoleh suara terbanyak di Dapil itu.
Karena Nazarudin meninggal, KPU memutuskan mengalihkan suara yang diperoleh Nazarudin kepada Riezky Aprilia, caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak kedua di Dapil I Sumatera Selatan.
Akan tetapi, PDIP melalui rapat pleno menginginkan Harun Masiku yang dipilih menggantikan Nazarudin. Bahkan PDIP sempat mengajukan fatwa ke Mahkamah Agung dan menyurati KPU agar melantik Harun Masiku. Namun, KPU tetap dengan keputusannya melantik Riezky.
Sejak Harun lolos dari operasi tangkap tangan, seluruh upaya pengejaran ditempuh.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta KPK menyatakan Harun sempat berada di Singapura sejak sehari sebelum operasi tangkap tangan digelar. Saat itu Harun disebut masih berada di luar negeri.
Akan tetapi, Harun diperkirakan sudah kembali ke Indonesia. Kemenkum HAM awalnya sempat membantah, tetapi mereka akhirnya mengakui Harun sudah pulang ke Indonesia.
Imigrasi berkilah terjadi kesalahan sistem di bandara sehingga kepulangan Harun tak terlacak. Setelah itu KPK menyatakan terus mencari keberadaan Harun dengan menggeledah sejumlah lokasi, tetapi hasilnya nihil.
Harun seolah sangat licin sehingga keberadaannya sulit dideteksi penegak hukum.
Pada Agustus 2021 lalu, KPK sempat mengeklaim telah mengetahui keberadaan Harun Masiku. Namun, lembaga antirasuah itu belum bisa menangkap Harun lantaran terkendala pandemi virus corona.
Hingga saat ini politisi PDI Perjuangan Harun Masiku masih melanglang buana di dalam wilayah Indonesia namun KPK tidak bisa berkutik untuk menangkap tersangka korupsi jabatan DPR RI tersebut.