Sekjen PB Al-Khairiyah Ahmad Munji (kiri). (Foto: Dok. pribadi)
Cilegon, Deteksi Pos – Sekjen Pengurus Besar (PB) Al-Khairiyah Ahmad Munji akan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan kuat terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di PT Krakatau Posco, perusahaan patungan antara PT Krakatau Steel (Persero) Tbk dan Posco Korea yang berlokasi di Cilegon Banten.
“Kami akan melaporkan Direksi PT Krakatau Posco ke KPK terkait dugaan kuat adanya KKN serta banyaknya kerugian dan kejanggalan dalam pengelolaan perusahaan tersebut, selain ketidakpedulian perusahaan terhadap masyarakat setempat,” katanya dalam perbincangan dengan wartawan di Cilegon, Banten, Minggu (19/5/2024).
PT Krakatau Posco itu sendiri adalah perusahan baja patungan antara perusahaan BUMN PT Krakatau Steel dengan Posco Korea dengan saham masing-masing 50 persen, sementara lahan milik PT Krakatau Steel dan pangsa pasar terbesar produknya ada di dalam negeri (di Indonesia).
Konstruksi pembangunan perusahaan itu dimulai pada 2011 dan selesai dalam waktu 36 bulan, menjadikan Krakatau Posco sebagai Pabrik Baja Terpadu yang memiliki Teknologi Blast Furnace (tungku sembur) pertama di Indonesia.
Adapun kepedulian Al-Khairiyah, terutama adalah karena minimnya kontribusi keuntungan PT Krakatau Posco sehingga deviden terhadap negara melalui BUMN PT Krakatau Steel nol besar, kemudian banyaknya dugaan KKN dan ketidakpedulian perusahaan kepada masyarakat setempat.
Lembaga Pendidikan (Pondok Pesantren) Al-Khairiyah itu sendiri pada 1977, demi kepentingan negara dan kemajuan masyarakat setempat merelakan pindah tempat (masih di sekitar Kota Cilegon) terkait adanya perluasan area PT Krakatau Steel di Kota Cilegon.
Sekjen PB Al-Khairiyah lebih lanjut mengemukakan, kerugian besar yang dialami PT Krakatau Posco terjadi karena adanya praktek mafia proyek oleh beberapa oknum pengusaha asal Korea yang selama ini menjadi vendor dan mendominasi proyek-proyek di Krakatau Posco.
Ia mensinyalir banyaknya ketidakwajaran harga karena praktek mark up dan tindakan pelanggaran lainnya atas kegiatan pengadaan barang dan jasa di PT Krakatau Posco yang diduga dikuasai oleh oknum-oknum dari beberapa perusahaan Korea yang berkeliaran di PT Krakatau Posko.
Munji juga memaparkan sejumlah dugaan korupsi di PT Krakatau Posco yang antara lain dilakukan dengan memanipulasi pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan berakibat pada terjadinya selisih besar nilai yang tidak dibayarkan dalam pembayaran PBB.
Kasus selisih bayar PBB PT Krakatau Posco itu diduga sudah berlangsung sejak 2014 sampai 2024, dan praktek manipulasi data SPPT PBB itu diduga merupakan kejahatan korupsi yang nyata, dan diduga kuat telah terjadi tindak pidananya. Praktik manipulatif itu telah secara nyata mengakibatkan adanya kerugian bagi negara atau Pemerintah Daerah setempat.
Disebutkan, luas bangunan konstruksi PT Krakatau Posco sejak 2011 adalah sekitar 160.000 M3 (16 Ha), kemudian pada 2014 sekitar 330.000 M3 (33 Ha), sementara sejak 2014 sampai 2024 terjadi peningkatan luas bangunan/konstruksi hingga mencapai 1.300.000 M3 atau seluas lebih dari 130 Ha di atas lahan sekitar 3.400.000 M3 atau 340 Ha.
Modus dugaan kejahatan korupsi itu diduga dilakukan dengan cara tidak memberikan laporan penambahan luas bangunan sejak tahun 2014 atau menyajikan data dan laporan kepada Dispenda tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya.
Atas dugaan kejahatan korupsi tersebut, kerugian negara diduga mencapai lebih dari Rp. 50 milyar, dan dengan adanya dugaan perbuatan melawan hukum tersebut negara/daerah diduga kuat telah dirugikan karena kehilangan atau kekurangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sejak 2014 sampai tahun 2024.
“Maka, kami juga akan meminta Dirjen Pajak melakukan evaluasi dan penilaian ulang atas laporan pajak perusahaan PT Krakatau Posco sejak 2014 hingga 2024 atau sepuluh tahun ke belakang,” kata Munji.
Selain itu Dinas Pendapatan Daerah Kota Cilegon harus menghitung luas konstruksi bangunan fisik lapangan yang diduga telah dimanipulasi oleh managemen PT Krakatau Posco dalam pembayaran Pajak Bangunan (Konstruksi) sejak 2014 hingga 2024.
Kemudian, Kementrian BUMN, dalam hal ini PT Krakatau Steel juga perlu meminta audit ulang terkait laporan keuangan PT Ktakatau Posco sejak 2014 sampai 2024, karena Kementerian BUMN melalui PT Krakatau Steel adalah pemilik 50 persen saham di PT Krakatau Posco. Dalam kaitan ini, BPK/BPKP bisa diminta untuk melakukan audit investigasi atas hal tersebut.
“Saya sudah melakukan somasi pertama, dan Manajemen PT Krakatau Posco kalang kabut sampai berusaha mengemukakan tawaran kerjasama segala,” kata Sekjen PB Al-Khairiyah sambil menambahkan bahwa pihaknya menjamin informasi yang dikemukakannya akurat karena diperoleh dari sumber A1 serta dengan melihat kondisi nyata di lapangan.
Sementara itu, sampai berita ini diturunkan, para wartawan di Kota Cilegon belum bisa mendapatkan akses kepada Direksi PT Krakatau Posco untuk mengetahui keterangan atau penjelasan dari sisi mereka. (***)