Syafaruddin:Piutang Pajak Kota Pangkalpinang Capai 52 Miliar

Pangkalpinang,deteksikasus -Piutang pajak Kota Pangkalpinang yang masih belum diselesaikan hingga triwulan 2021 ini.posisi neraca piutang pajak mencapai 52 Miliar.

Pajak piutang tersebut berasal dari pajak hotel,restoran,hiburan,reklame,penerangan jalan,mineral bukan logam,parkir,sarang burung walet,pajak air tanah,pajak bumi dan bangunan.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Badan Keuangan Daerah (Bakueda) Kota Pangkalpinang Syafaruddin (Udin),Kamis (02/09).

Udin mengatakan,posisi piutang di neraca pada tahun 2020 lalu mencapai 58 Miliar. Namun pada tahun 2021 ini ada realisasi piutang mencapai sekitar 6 Miliar.

“Posisi neraca piutang tahun 2020 sekitar 58 Miliar, namun realisasi piutang ada penyesuaian sekitar 6 Miliar. Jadi posisi neraca piutang per 31 Agustus sebesar 52 Miliar,” katanya

Udin menyebutkan,adanya realisasi piutang sebesar 6 Miliar itu berkat proyek perubahan antara Pemkot dan Kejari Kota Pangkalpinang melalui program Pendapatan Asli Daerah (Pendekar).

“Dengan kerjasama dengan kejaksaan melalui Pendekar, sehingga dari beberapa kali pelaksanaan dari inovasi tersebut terealisasi sekitar 6 Miliar. Jadi ada progres dalam hal realisasi piutang,” ujarnya.

Untuk posisi piutang neraca tertinggi pada sektor pajak bumi dan bangunan mencapai 46 Miliar.

“Piutang terbesar masih pada jenis pajak PBB, karena terkait dengan data yang juga jadi permasalahan hampir seluruh daerah. Letak terjadinya piutang PBB karena ketika penyerahan data dari Pratama ke Pemkot Pangkalpinang,” ungkapnya.

Kemudian pajak reklame ikut mendominasi piutang sebesar 2.4 Miliar, diikuti Pajak Restoran 1.8 Miliar dan Hotel sebesar 1.7 Miliar.

“Untuk pajak reklame sendiri terkendala kesulitan mencari pemilik reklame, karena sudah pergantian pimpinan. Tidak menutup kemungkinan kita akan melakukan penertiban reklame yang tidak membayar pajak dan tidak sesuai aturan, namun sesuai SOP yang telah ditetapkan,”tuturnya.

Ia menambahkan,sejak awal pandemi Covid-19, para pelaku usaha atau pemilik hotel dan restoran banyak yang mengajukan penangguhan pembayaran pajak, dikarenakan biaya operasional usaha yang tidak mencukupi.

“Sejak awal Covid-19 banyak yang menangguhkan karena operasional belum mencukupi, jadi mereka menangguhkan pembayaran bukan menghapuskan piutang pajak,” ucapnya.

Loading

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *